Menurut mantan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI ini, yang paling berdampak akibat perang ini adalah Pertamina karena sebagian besar minyak mentah yang diolah kilang Pertamina berasal dari import.
Bahkan minyak dalam negeri yang harus diserap oleh Pertamina, ICP nya dipastikan ikut merangkak naik karena berbasis publikasi brent.
Baca Juga:
Harga Minyak Dunia di Tengah Sengitnya Perang Israel-Hamas
“Padahal sebelum perang Rusia dengan Ukraina terjadi, selisih harga jual terhadap harga pokok produksi sudah sangat lebar. Apabila brent terus merangkak naik, kita khawatir Pertamina kekurangan darah. oleh karena itu, seyogyanya pemerintah segera menaikan harga BBM non subsidi,” pungkasnya.
Sebelumnya Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengatakan, konflik yang menyebabkan melejitnya harga komoditas energi dunia seperti minyak global perlu dimanfaatkan pemerintah Indonesia untuk menggenjot produksi komoditas energi domestik atau dalam negeri.
“Hal tersebut perlu dilakukan agar Indonesia dapat mengurangi risiko defisit transaksi berjalan melalui peningkatan pendapatan dari sektor migas dan minerba,” kata Mulyanto dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Baca Juga:
Goldman Sachs Prediksi Minyak Melonjak ke US$105 per Barel Tahun 2023
Menurut dia, tingginya harga migas dunia adalah angin segar bagi iklim investasi sektor migas domestik, yang sebelumnya sempat merosot karena diterpa isu energi baru terbarukan (EBT).
Untuk itu, ujar dia, kondisi ini juga merupakan kesempatan baik bagi industri migas untuk meningkatkan eksplorasi dalam rangka menggenjot produksi.
Dengan demikian, lanjutnya, maka peningkatan produksi minyak domestik secara langsung dapat mengurangi tingkat ketergantungan Indonesia pada impor BBM, sekaligus menekan defisit transaksi berjalan di sektor migas.