Selanjutnya, mulai tahun 2030 terdapat pembangunan PLTS yang semakin masif, disusul PLTB baik di darat maupun di lepas pantai mulai tahun 2037. Namun demikian, Wanhar menegaskan, ada beberapa ketentuan yang perlu dipenuhi dalam melakukan pengakhiran masa operasional PLTU batubara di Indonesia.
“Pensiun PLTU hanya dapat dilakukan saat adanya kepastian keandalan jaringan, dengan substitusi dari pembangkit energi terbarukan dan atau instalasi sistem transmisi, adanya kepastian terlaksananya transisi energi yang adil dengan tidak adanya dampak sosial yang negatif dari pensiun dini, harga pembangkit energi terbarukan yang terjangkau, dan ketersediaan dukungan pembiayaan internasional," jelas Wanhar.
Baca Juga:
Genjot Investasi EBT, Asosiasi Produsen Listrik Swasta Minta PLN Lakukan Hal Ini
Berdasarkan kajian Financing Indonesia Coal Phase out, IESR bersama Center for Global Sustainability, Universitas Maryland, untuk memensiunkan 9,2 GW PLTU batubara di 2030, Indonesia membutuhkan dukungan pendanaan internasional diperlukan untuk memenuhi biaya pensiun PLTU, sekitar USD 4,6 miliar pada 2030.
Mendukung upaya dekarbonisasi di sektor ketenagalistrikan, Pemerintah Indonesia akan bekerjasama dengan /nternational Partners Group (IPG) untuk mewujudkan rencana investasi dalam rangka mendukung pensiun dini PLTU dan juga teknologi rendah karbon lainnya.
Kerjasama tersebut akan menunjang tercapainya target dekarbonisasi sistem kelistrikan Indonesia, antara lain mencapai puncak emisi sektor kelistrikan sebesar 290 juta ton CO2 pada tahun 2030, menyiapkan proyek-proyek PLTU yang harus dipensiunkan lebih awal, serta memastikan capaian bauran energi terbarukan sebesar minimal 34% pada tahun 2030.
Baca Juga:
Bakal Jadi Andalan Energi Masa Depan, Kementerian ESDM Percepat Pengembangan PLTS
Agar pengakhiran masa operasional PLTU batubara, terutama yang dimiliki oleh IPP, dapat berlangsung dengan prinsip berkeadilan, maka pemerintah harus membentuk komisi nasional atau gugus tugas yang melibatkan lembaga pemerintah terkait pada akhir tahun ini.
“Tugasnya antara lain menilai secara komprehensif daftar PLTU yang berpotensi untuk segera dipensiunkan, serta melakukan negosiasi ulang dengan Produsen Listrik Swasta," jelas Deon Arinaldo,
Manager Program Transformasi Energi, IESR. Deon menambahkan negosiasi kontrak PLTU antara PLN dan produsen listrik swasta harus dimulai dengan mempertimbangkan potensi biaya tambahan tanpa membahayakan iklim investasi di Indonesia.