“Kami temukan kopi bisa. Kami budidaya kopi liberika yang berasal dari Liberia dengan fermentasi biji kopi alami dari luwak liar,” ungkap Rindoni dalam acara sharing session bertema “Journey to Empowerment: Berbagi Nilai dan Cita-Cita Bersama Masyarakat di Wilayah Operasi Migas,” yang diselenggarakan secara daring, Kamis (16/12/2021).
Dia mengaku yakin kopi bila dikelola dengan baik dan benar bisa mendatangkan kesejahteraan bagi para petani.
Baca Juga:
Proyek IKN Disetop Sementara per 10 Agustus, Basuki Beberkan Alasannya
Namun kurangnya pengetahuan dan keterampilan tentang budidaya kopi, di awal penanaman membuat mereka tidak langsung dapat menikmati hasilnya.
Ada saja tantangan dan hambatannya, seperti tata cara penanaman yang benar, kondisi lahan yang kurang subur, dan harga kopi yang anjlok, hingga pada akhirnya mereka pun kembali tergantung pada tengkulak.
Belakangan, PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT) Daerah Operasi Bagian Utara (DOBU) melakukan pendampingan dan pembinaan kepada kelompok taninya. Hasilnya pun positif. Rindoni dan teman-temannya bisa melakukan budidaya kopi dengan metode tumpang sari, yakni tanaman kopi di sela-sela tanaman karet.
Baca Juga:
Praja IPDN Sukses Jalankan Latsitardanus ke-XLIV Di Kalimantan Timur
Menurutnya, metode tumpang sari ini baru pertama kali diterapkan di Kalimantan Timur. Ini juga kali pertama, metode tumpang sari tanaman karet dan kopi dilakukan di daratan rendah.
Malahan, mereka juga mulai memanfaatkan hewan musang, yang selama ini dianggap sebagai hama. Bagaimana tidak, musang ini kerap memangsa ayam peliharaan dan juga memakan biji kopi yang sudah masak.
“Ada simbiosis mutualistis antara petani kopi liberika dan satwa musang luwak liar dalam proses fermentasi biji kopi,” ungkap Rindoni yang pada 12 Juli 2020 membentuk Kelompok Kopi Luwak yang saat ini memiliki 34 anggota.