LPKKI.id | Dalam menjalani kehidupan, setiap orang pasti akan menemui banyak kesempatan meraih kesuksesan.
Meski ada kesempatan atau peluang, namun bukan jaminan seseorang akan menjadi sukses. Orang yang bisa memanfaatkan dan memaksimalkan kesempatanlah yang bisa sukses di masa akan datang.
Baca Juga:
Proyek IKN Disetop Sementara per 10 Agustus, Basuki Beberkan Alasannya
Kata-kata bijak tersebut setidaknya pas dengan perjalanan yang dilalui Rindoni, seorang warga Desa Prangat Baru di Kecamatan Marang Kayu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Beberapa tahun lalu, dia mengaku prihatin saat melihat para tetangganya, yang mayoritas petani karet, mengalami keterpurukan ketika harga karet jatuh.
“Kala itu, harga karet jatuh dari Rp 14-15 ribu per kilogram menjadi Rp 4-5 ribu per kg. Ini terjadi lantaran monopoli yang dilakukan para tengkulak,” ujar Rindoni yang sempat menyelesaikan pendidikan Sarjana Pendidikan.
Baca Juga:
Praja IPDN Sukses Jalankan Latsitardanus ke-XLIV Di Kalimantan Timur
Dia pun mulai mencari-cari peluang bisnis yang bisa dilakukan oleh warga, selain berbudidaya karet.
Bersama beberapa petani lainnya, Rindoni saling bertukar pikiran untuk melakukan sesuatu dalam menciptakan nilai tambah bagi perekonomian masyarakat Desa Prangat Baru, khususnya petani.
Dicarilah tanaman yang bisa tumpang sari dengan tanaman karet. Hingga akhirnya, muncullah ide untuk menanam kopi di sela-sela tanaman karet.
“Kami temukan kopi bisa. Kami budidaya kopi liberika yang berasal dari Liberia dengan fermentasi biji kopi alami dari luwak liar,” ungkap Rindoni dalam acara sharing session bertema “Journey to Empowerment: Berbagi Nilai dan Cita-Cita Bersama Masyarakat di Wilayah Operasi Migas,” yang diselenggarakan secara daring, Kamis (16/12/2021).
Dia mengaku yakin kopi bila dikelola dengan baik dan benar bisa mendatangkan kesejahteraan bagi para petani.
Namun kurangnya pengetahuan dan keterampilan tentang budidaya kopi, di awal penanaman membuat mereka tidak langsung dapat menikmati hasilnya.
Ada saja tantangan dan hambatannya, seperti tata cara penanaman yang benar, kondisi lahan yang kurang subur, dan harga kopi yang anjlok, hingga pada akhirnya mereka pun kembali tergantung pada tengkulak.
Belakangan, PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT) Daerah Operasi Bagian Utara (DOBU) melakukan pendampingan dan pembinaan kepada kelompok taninya. Hasilnya pun positif. Rindoni dan teman-temannya bisa melakukan budidaya kopi dengan metode tumpang sari, yakni tanaman kopi di sela-sela tanaman karet.
Menurutnya, metode tumpang sari ini baru pertama kali diterapkan di Kalimantan Timur. Ini juga kali pertama, metode tumpang sari tanaman karet dan kopi dilakukan di daratan rendah.
Malahan, mereka juga mulai memanfaatkan hewan musang, yang selama ini dianggap sebagai hama. Bagaimana tidak, musang ini kerap memangsa ayam peliharaan dan juga memakan biji kopi yang sudah masak.
“Ada simbiosis mutualistis antara petani kopi liberika dan satwa musang luwak liar dalam proses fermentasi biji kopi,” ungkap Rindoni yang pada 12 Juli 2020 membentuk Kelompok Kopi Luwak yang saat ini memiliki 34 anggota.
Dalam pengelolaan kopi, dia menjelaskan masih menggunakan kearifan lokal dan dilakukan secara manual. Salah satunya, memasak biji kopi dengan penggorengan tanah.
“Dengan cara ini kami bisa merasakan menikmati kopi bersama teman, dan tamu yang datang,” kata Rindoni.
Ke depan, produk biji kopi luwak Desa Prangat Baru diharapkan bisa dipasarkan dengan sistem maju dan modern dengan packaging-nya dibantu PHKT melalui Program Kampung Kopi Luwak Desa Prangat Baru (Kapak Prabu).
Apalagi, tempat mereka strategis, berada di pinggir jalan provinsi yang menghubungkan kota-kota di Kalimantan Timur.
“Kami harap masyarakat Kaltim bisa menikmati kopi sambil menikmati alam. Kami kembangkan edukasi Kampung Kopi Luwak,” kata Rindoni.
Kepala Desa Prangat Baru, Fitriati, mengatakan kopi yang ditanam oleh Kelompok Kampung Kopi adalah kopi liberika, yaitu jarang dibudidayakan di Indonesia.
Jika kualitasnya bisa dijaga dengan pengemasan yang baik, kopi mempunyai potensi besar dalam meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan petani, sehingga dapat menjual kopi Kapak Prabu ke luar daerah.
“Kopi di wilayah kami punya potensi besar untuk meningkatkan perekonomian masyarakat,” katanya.
Sementara itu, Field Manager PHKT DOBU, Iman Sudirman, mengatakan PHKT, yang merupakan bagian dari Zona 10 Pertamina Subholding Upstream Regional 3 Kalimantan, ikut mengembangkan kopi liberika di Desa Prangat Baru.
Menurut Iman, PHKT datang menawarkan pendampingan dan bimbingan dalam usaha kopi melalui program Kampung Kopi.
Sejumlah pelatihan dilakukan, mulai dari tata cara pembibitan, menjaga agar kopi berbuah dengan baik, cara panen yang benar, tata cara pengolahan dan penyajian kopi, hingga membuat kemasan yang menarik.
Selain memberi pendampingan dan bimbingan, PHKT juga membantu para petani dalam menjaga kesuburan tanah dengan pemakaian pupuk organik.
Bantuan pupuk organik diambil dari program Biogreening, yang berhasil mengolah sampah organik dari Terminal Santan PHKT.
“Kini petani dapat mengelola kebun kopi dengan baik. Khusus untuk menjaga kualitas tanah yang baik, kelompok tani belajar bagaimana menjaga dan menambah kesuburan tanah kebun dengan kompos, yang dibantu oleh Santan Terminal PHKT,” ujarnya.
Sebagai salah satu program CSR PHJT DOBU, Program Kapak Prabu sudah dipaparkan ke Dewan PROPER, yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan awal Desember 2021 lalu. Program pengembangan kopi liberika ini berhasil menjadi salah satu kandidat PROPER Emas.
“Semoga ke depannya, Program Kapak Prabu bisa semakin bermanfaat bagi masyarakat,” kata Iman. [Tio]