LPKKI.WahanaNews.co | Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap Indonesia membutuhkan dana Rp 3.500 triliun untuk meningkatkan akses listrik sekaligus mengurangi emisi karbon atau CO2.
Itu merupakan target Nationally Determined Contribution (NDC) yakni transisi Indonesia ke rendah emisi dan berketahanan iklim.
Baca Juga:
Kinerja Pendapatan Negara Tahun 2024 Masih Terkendali, Menkeu: Ada Kenaikan Dibanding Tahun 2023
"Jadi berapa biaya yang harus kita keluarkan untuk terus meningkatkan produksi listrik? Sekaligus mengurangi emisi CO2 sebesar 314 juta ton atau 446 juta ton dari listrik?" katanya dalam Sustainable Finance di Sofitel Hotel, Nusa Dua Bali, beberapa waktu lalu.
"Biaya yang mengejutkan adalah 243 miliar dolar AS. Diterjemahkan ke Rupiah Rp 3.500 triliun," lanjutnya.
Dana itu diungkapkan Sri Mulyani lebih besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Adapun APBN 2022 disebutkan Sri Mulyani sebanyak Rp 3.000 triliun
Baca Juga:
Hadiri Rakornas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Tahun 2024, Menkeu: Awal Sinergi yang Baik
"Saya kasih gambaran apa artinya apa Ibu? APBN kita sekitar Rp 3.000 triliun," ungkapnya.
Adapun bukti bahwa kebutuhan listrik di Indonesia akan terus bertambah di antaranya, Sri Mulyani mencontohkan banyak masyarakat yang telah menambahkan kebutuhan elektroniknya.
"Negara ini akan terus membutuhkan listrik ketika penduduknya tumbuh. Orang yang dulunya hanya memiliki satu rumah kecil tanpa AC sekarang memiliki AC, orang yang tidak memiliki kulkas sekarang memiliki kulkas. Jadi akan terus ditingkatkan tapi kami berkomitmen untuk mengurangi emisi CO2 terutama dari listrik," ungkapnya.
Ia mengakui pengurangan emisi karbon di Indonesia jumlahnya sangat besar. Di sisi lain, kebutuhan listrik juga akan terus bertambah. Oleh karena itu dana yang dibutuhkan juga sangat besar.
"Kita akan mengurangi CO2 ketika kontribusi 9% dari perusahaan listrik sektor listrik khususnya akan menjadi pengurangan 340 juta ton CO2. Ini adalah yang terbesar, terbesar kedua setelah kehutanan jika ingin meningkatkan pengurangan CO2 menjadi 41%, maka sektor listrik perlu mengurangi CO2 sebesar 446 juta ton. Itu sangat besar, sangat besar, sangat, sangat, sangat besar," jelasnya.
Meski begitu, Sri Mulyani menambahkan sebuah komitmen untuk mengurangi emisi karbon tentu memang membutuhkan uang, tidak hanya sebuah komitmen atau teknologi saja.
"Tetapi agar Anda dapat memenuhi komitmen tersebut. Anda membutuhkan uang, teknologi dan Anda membutuhkan prinsip yang memungkinkan sumber daya ini untuk dapat dimobilisasi," tutupnya. [Tio]