LPKKI.WahanaNews.co | Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno memberikan tiga kebijakan untuk menghadapi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berpotensi meningkatkan harga di industri pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf).
Pertama ialah bantuan bimbingan teknis dan pendampingan agar pelaku parekraf di level kecil dan mikro bisa mengelola pembiayaan operasional lebih baik.
Baca Juga:
Pelindungan Konsumen Sistem Pembayaran
"Kedua, mendorong wisata minat khusus yang berpotensi mengurangi konsumsi BBM, baik secara langsung maupun tak langsung. Seperti sport tourism yang mencakup wisata lari, maraton, trail run, dan lain sebagainya," katanya dalam The Weekly Brief with Sandi Uno, Selasa (13/9/2022).
Terakhir, dalam jangka panjang industri parekraf harus bertransisi secara konsisten memanfaatkan sumber energi baru dan terbarukan.
Hal itu untuk mengurangi penggunaan energi fosil yang sekarang mengalami kenaikan harga dan beralih memakai energi surya, energi listrik, serta sumber daya bayu yang banyak ditemui di destinasi wisata.
Baca Juga:
Menuju Satu Dekade Memberi Manfaat, Pemerintah Terus Dorong KUR untuk Usaha Produktif
"Mudah-mudahan ini bisa membantu sektor wisata terutama pariwisata domestik maupun sektor ekonomi kreatif menyikapi meningkatnya harga BBM," ucap Menparekraf.
Industri parekraf disebut identik dengan mobilitas manusia. Adapun mobilitas manusia identik dengan penggunaan energi.
Adanya kenaikan harga BBM hingga 30 persen menyebabkan potensi kenaikan harga di industri parekraf.
Namun, lanjutnya, beberapa bulan terakhir ada optimisme di sektor pariwisata dari segi peningkatan kunjungan wisata terutama bagi kalangan menengah ke atas.
"Pariwisata menjadi kebutuhan utama. Katanya perlu untuk healing, katanya harus benerin feeling, katanya sesekali perlu refreshing, tapi tidak boleh bikin kantong kering, apalagi bikin kepala pening," kata Sandiaga.
Karena itu, pihaknya memberikan evaluasi bahwa ada dampak signifikan dari kenaikan harga BBM.
Hotel bintang yang menjadi segmen dan preferensi kalangan menengah ke atas juga memiliki risiko terimbas meskipun lebih rendah potensinya dibanding hotel-hotel di strata menengah dan menengah ke bawah.
Untuk hotel non bintang dan akomodasi lainnya diprediksi mengalami penurunan sebesar lima persen.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), hotel non bintang dan akomodasi lainnya memiliki rata-rata tingkat hunian sebesar 40 persen, sementara tingkat hunian di hotel berbintang lebih tinggi.
"Akomodasi hotel non bintang itu yang menjadi perhatian kita, karena itulah yang digunakan masyarakat secara umum. Kenaikan BBM kali ini wisatawan yang tetap memiliki daya beli berwisata akan lebih menekan pengeluaran sebesar 10 persen saat berwisata," ungkap dia. [Tio]