Ketika sebuah produk, apakah itu ketel, mesin cuci, atau bahkan pakaian yang kita kenakan, sudah tidak lagi terpakai, maka akan dikembalikan ke produsen.
Produsen, dengan insentif yang tepat, kemudian ditugaskan untuk memperbaiki barang tersebut, menggunakan kembali bagian-bagian yang masih berfungsi, atau mendaur ulang komponen untuk digunakan kembali.
Baca Juga:
Toshiba Dilaporkan Bangkrut, Bagaimana Dampaknya ke Indonesia?
Mengingat satu ton telepon selular mengandung lebih banyak emas daripada rata-rata satu ton bijih emas, pilihan tadi tidaklah buruk.
Untuk bahan yang tidak dapat didaur ulang, kita harus beralih ke produk yang tidak menggunakan bahan tersebut, kata Lisa.
"Kita perlu mengucapkan selamat tinggal pada produk yang tidak dapat didaur ulang. Plastik tertentu dan produk lain yang tidak dapat didaur ulang harus tidak lagi digunakan," katanya.
Baca Juga:
13 Kabupaten/Kota Terapkan Sertifikat Elektronik, Salah Satunya Lampung
Meskipun sudah ada perubahan sistemik yang terjadi di beberapa bagian Eropa menuju ekonomi sirkular, pakar desain industri Miles Park dari UNSW mengatakan masalah limbah elektronik akan menjadi jauh lebih besar jika kita tidak bergerak lebih cepat.
"Banyak produk baru masuk ke aliran limbah dalam jumlah besar, sekarang baterai dan kemudian dalam waktu sekitar 10 tahun, panel surya generasi awal akan mencapai akhir masa pakainya," kata Dr Miles.
"[Dan] sekarang ada 'microchip' dan antena, yang bisa ditemukan mulai dari sikat gigi elektrik sampai mobil," ujarnya.