Secara keseluruhan, bisnis Intel berada di jalur yang tepat untuk menerima pukulan signifikan dalam hal penjualan yang kemungkinan akan turun 11 miliar dolar AS, lebih rendah dari yang diproyeksikan sebelumnya.
Khususnya, pendapatan yang diharapkan pada Q3 diperkirakan sekitar 20 persen di bawah angka yang diantisipasi.
Baca Juga:
Tetap Tajir Meski Sedang Perang, Israel Hibahkan Rp 50 Triliun ke Intel
Tren penurunan ini memuncak pada posisi perusahaan untuk merumahkan beberapa staf.
Perusahaan ini memiliki tenaga kerja sebanyak 113.700 orang pada akhir Juli, menjadikannya salah satu pemberi kerja terbesar di Amerika Serikat.
Dalam ketidakpastian ekonomi saat ini, di mana mata uang dolar AS anjlok, telah memberikan dampak negatif bagi pertumbuhan perusahaan di berbagai negara.
Baca Juga:
Dikenal Sering Tangkap Kelompok Bersenjata, 2 Intel Pakistan Ditembak Mati di Pinggir Jalan
Ditambah lagi dengan krisis energi yang melanda Eropa. Kondisi ini memaksa perusahaan untuk memprioritaskan kelangsungan perusahaan dalam menghadapi masa-masa sulit ini.
Prioritas utama perusahaan saat ini adalah untuk bertahan dalam kesulitan. Pasalnya biaya produksi meningkat tajam, sementara pendapatan menurun drastis.
Di sisi lain, Intel juga berencana membangun pabrik chip terbesar di dunia yang berlokasi di Ohio, AS. Meski begitu, rencana tersebut tampaknya tidak selaras dengan kondisi perusahaan saat ini yang melakukan perampingan karyawan.