LPKKI.WahanaNews.co | Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J dan Pahlawan Revolusi, Lettu Pierre Andries Tendean sama-sama ajudan jenderal yang berada di rumah bosnya.
Brigadir J meninggal di rumah Irjen Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022, sementara Pierre diculik dari rumah Jenderal Abdul Haris Nasution pada 30 September 1965.
Baca Juga:
Perjalanan Vonis Ferdy Sambo dari Hukuman Mati Jadi Penjara Seumur Hidup
Ada satu kesamaan di antara mereka, yaitu soal kegagalan pernikahan karena maut menjemput keduanya.
Mari kita kupas cerita kedua ajudan jenderal tersebut.
Lettu Pierre Andries Tendean
Baca Juga:
Seluruh Tergugat Tak Hadir, Sidang Gugatan Rp 7,5 M Keluarga Brigadir J Ditunda
Nama lengkapnya adalah Pierre Andries Tendean, lahir di Jakarta tanggal 21 Februari 1939.
Ayahnya seorang dokter asal Manado, Sulawesi Utara sedangkan ibunya merupakan blasteran Indonesia-Perancis.
Pada 1958, dia diterima di Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD).
Setelah lulus, dia bertugas di satuan Batalion Zeni Tempur 1 Daerah Militer II/Bukit Barisan, Medan.
Kepiawaian menguasai bahasa asing membuat Pierre kerap kali menjadi penerjemah ketika ada kunjungan tamu-tamu asing. Pierre diketahui menguasai bahasa Inggris, Perancis, Belanda, dan Jerman.
Kepiawaian itu pula yang membawa dia menempuh pendidikan intelejen TNI AD di Bogor, Jawa Barat hingga kemudian mampu melakukan tugas-tugas intelejen di negara-negara lain.
Berkat keberanian dan integritasnya, pada Maret 1964, dia bahkan sempat dipercaya sebagai Komandan Basis Y di Pasir Panjang, Karimun.
Ketika itu, memang tengah disiapkan pasukan untuk misi pengintaian sekaligus sabotase menyusup ke Malaysia melalui Johor dalam Operasi Dwikora. Pierre Tendean waktu itu memimpin tim kedua yang akan diberangkatkan ke Malaysia.
Pada April 1965, Pierre naik pangkat menjadi Letnan Satu dan terpilih sebagai ajudan Jenderal AH Nasution.
Kamis malam, 30 September 1965, sejumlah Pasukan Cakrabirawa mengepung kediaman Jenderal Nasution di Jalan Teuku Umar Nomor 41, Menteng, Jakarta Pusat.
Mereka melumpuhkan penjaga. Beberapa orang pasukan masuk ke dalam rumah.
Jenderal Nasution dan istrinya, Johanna Suniarti sempat terbangun mendengar suara sepatu di area dalam rumahnya.
Johanna membuka sedikit pintu kamar dan langsung memberi tahu suaminya.
“Cakrabirawa,” ucap Johanna.
Dia merasa heran, kenapa tengah malam ada pasukan khusus pengaman presiden yang datang ke kediamannya. Tidak ada pula penjaga rumah yang memberitahukannya.
Nasution dan Johanna bertanya-tanya. Nasution langsung membuka pintu dan disambut dengan tembakan.
“Buka pintunya,” kata Prajurit Cakrabirawa sambil terus menembaki pintu.
Johanna mencoba menahan pintu untuk memberi kesempatan kepada suaminya melarikan diri.
Ade Irma yang tidur bersama mereka juga ikut terbangun mendengar kebisingan itu. Tanpa disadari Johanna, Ade Irma terkena tembakan.
“Cepat pergi,” pinta Johanna kepada suaminya sambil menggendong Ade Irma yang terluka.
Nasution berhasil menyelematkan diri dengan memanjat tembok samping rumahnya.
Pierre juga sontak terbangun. Sebagai ajudan, dia langsung mengambil senapan dan bergegas ke area halaman rumah.
“Kalian tunggu di sini,” ucap Pierre kepada Yanti.
Prajurit Cakrabirawa menahan langkah Pierre, “Jangan bergerak, letakkan senjata. Mana Nasution?”
Sambil meletakkan senjata, tanpa ragu Pierre langsung menjawab, “Saya Nasution.”
Dia langsung dibawa Prajurit Cakrabirawa. Jasadnya ditemukan di dalam sumur tua di Desa Lubang Buaya, Jakarta Timur bersama tujuh jasad jenderal TNI AD lainnya pada 4 Oktober 1965.
Itulah sekelumit percakapan pada adegan penculikan Pierre Tendean dalam film Pengkhianatan G 30 S PKI besutan Sutradara Arifin C. Noer pada 1984.
Pemerintah RI menetapkan Pierre Tendean sebagai salah satu Pahlawan Revolusi dan secara anumerta dipromosikan naik pangkat kapten.
Kisah Cinta Pierre Tendean dan Rukmini
Buku bertajuk Monumen Pancasila Cakti (1975) menulis, Pierre menemukan tambatan hatinya di Medan. Rukmini Chaimin namanya.
Hubungan mereka terus berlanjut meski Pierre sudah bertugas di Jakarta sebagai ajudan Jenderal AH Nasution.
Bahkan pada akhir Juli 1965, di sela mengawal bosnya ke Medan, dia menyempatkan diri menemui orangtua Rukmini untuk melamar kekasihnya itu.
Kabarnya, hasil kesepakatan pernikahan akan digelar pada 21 November 1965. Namun, takdir berkehendak lain.
Berita kepergian Piere tentu saja membuat sedih hati Rukmini. Butuh waktu bertahun-tahun bagi Rukmini untuk memulihkan perasaannya.
Di hari perayaan Kesaktian Pancasila tahun 1967, Rukmini datang untuk mengenang sosok kekasih tercinta yang dipisahkan oleh maut.
Pada tahun 1972, Rukmini akhirnya menemukan jodohnya kembali. Bukan seorang tentara, melainkan seorang karyawan bank.
Pierre merupakan lelaki tampan.
Yanti, dalam buku Sang Patriot: Kisah Seorang Pahlawan Revolusi suntingan Abie Besman pada 2019 mengakui bahwa wajah Pierre ganteng luar biasa, yang memesona lawan jenis.
Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat
Kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (Brigadir J) tak hanya menyisakan duka mendalam bagi keluarga, tetapi juga bagi kekasihnya, Vera Simanjuntak.
Bagaimana tidak, ajudan Irjen Ferdy Sambo ini juga berencana akan menikah awal tahun 2023.
Brigadir J juga sudah mengutarakan niatnya itu kepada orang tua Vera.
“Rencananya tujuh bulan lagi,” kata Vera kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan di Mapolda Jambi pada 24 Juli lalu.
Namun, jodoh berkata lain.
Vera mendapat kabar kekasihnya tewas di rumah bosnya pada 8 Juli 2022.
Bila Pierre Tendean tewas karena melindungi keluarga bosnya, Brigadir J tewas justru diduga dibunuh oleh rekannya atas perintah dari ‘Si Bos’
Hingga saat ini, pengungkapan kasus pembunuhan Brigadir J masih terus berlanjut.
Timsus Polri telah menetapkan empat tersangka, satu di antaranya adalah Irjen Ferdy Sambo.
[Tio]